BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Gerakan mahasiswa tumbuh subur ketika lembaga-lembaga
politik yang ada tidak mampu memainkan fungsi dan perannya secara optimal. Partai-partai politik,
pihak eksekutif, legislative, yudikatif dan lain-lain di Indonesia belum mampu
menjalankan tugasnya secara maksimal sehingga proses-proses
politik meluber ke jalanan. Pada saat transisi demokrasi yang disertai
kemandulan lembaga-lembaga politik yang ada, masyarakat membutuhkan
penyalur aspirasi dan kepentingan masyarakat. Harapan masyarakat biasanya
tertumpu pada lembaga akademis (kampus) yang masih dianggap steril dan objektif
dalam memandang masalah. Harapan masyarakat ini bisa dijawab oleh mahasiswa
yang mampu memainkan peran penyalur aspirasi ini secara optimal ketika
gerakannya terorganisir secara rapi dan masif. Mahasiswa merupakan bagian
integral dari perguruan tinggi yang dikenal sebagai simbol intelektualitas,
maka pengabdian kepada masyarakat sesua ikompetensi intelektualnya merupakan
tanggungjawabnya secara moral dan secara intelektual.
Gerakan mahasiswa juga pada hakikatnya adalah gerakan
intelektual karena intelektualitas merupakan ciri khas yang sesuai dalam diri
mahasiswa sebagai kelas menengah terdidik.[1]
Oleh karena itu pergerakan mahasiswa dituntu tuntuk mampu menunjukkan kadar
intelektualnya. Gerakan mahasiswa harus menjadi gerakan ilmiah yang dibangun
diatas basis rasionalitas yang tangguh. Gerakan mahasiswa bukanlah gerakan
emosional yang dibangun diatas romantisme sejarah masa lalu sekaligus sarana
penyaluran agresi gejolak muda. Partisipasi mahasiswa dalam gerakan merupakan
respon spontan atas situasi sosial yang tidak sehat, bukan atas ideologi
tertentu, melainkan atas nilai-nilai yang ideal.
Gerakan mahasiswa bersifat independen dari kelompok kepentingan tertentu,tetapi
tidak menutup kemungkinan ada langkah bersama, ini bisa terjadi lantaran sifat
gerakan mahasiswa itu sendiri yang merupakan penyalur aspirasi rakyat dan
gerakan moral. Dalam perjuangannya gerakan mahasiswa hari ini dituntut untuk
mampu mengembangkan jejaring dengan elemen manapun sebagai bagian dari
membangun gerakan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
1.2.Rumusan masalah
Ø Apakah arti dari gerakan mahasiswa?
Ø Bagaiman pergerakan mahasiswa di era
reformasi seperti dewasa ini?
1.3.Tujuan penulisan
Ø Mengetahui apa yang dimaksud dengan
gerakan mahasiswa.
Ø Mengetahui pergerakan mahasiswa di
era reformasi seperti dewasa ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Demokrasi berasal dari kara demos dan kratos/katein yang
berarti sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.[2]
Dalam sejarah panjang pemerintahan Indonesia selalu mengalami pasang surut
dalam tatanan demokrasi mulai dari pemerintahan orde lama, orde baru, dan kini
orde reformasi. Dalam perubahan tatanan demokrasi di Indonesia selalu
diwarnai dengan derap perjuangan pelajar dan mahasiswa. Pemuda, pelajar,
dan mahasiswa secara naluri selalu menjadi agen pengontrol (agent of control)
dan agen perubahan (agent of change) demokrasi yang mewarnai percaturan politik
di Indonesia. Karena pentingnya peran
mahasiswa dalam mengontrol demokrasi di Indonesia, tidak mengherankan
jika dahulu pemerintah orde baru berupaya menekan pergerakan mahasiswa yang
selalu mengkritisi pemerintah melalui berbagai usaha yang pada intinya
membatasi pergerakan mahasiswa dalam bidang politik dan memposisikan pelajar
dan mahasiswa duduk manis dalam organisasi intra kampus dengan peraturan yang
dibuat oleh pemerintah. Namun hal itu hanya bertahan dalam era orde baru
hingga tahun 1998.
Kususuri garis jalan ini
Berjuta kali turun aksi
Bagiku satu langkah pasti
Sebuah syair perjuangan yang kita nyanyikan
dengan lantang untuk mengobarkan semangat para mahasiswa terutama sewaktu turun
aksi ke jalan. Hampir semua elemen gerakan mahasiswa menggunakan syair
tersebut. Ini menunjukkkan bahwa semua elemen gerakan mahasiswa baik itu ekstra kampus dan intra kampus
memiliki totalitas perjuang yang sama. Mahasiswa dengan segala potensinya
selalu berusaha memberikan sumbangsih pikiran dan tenaganya untuk memberikan
kontribusi terhadap persoalan yang sedang dihadapi oleh bangsa. Dalam aksinya
ketika turun ke jalan mahasiswa selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat untuk
menentang berbagai kebujakan yang keluarkan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat secara umum. Aksi (turun ke jalan)
bukanlah satu-satunya jalan untuk menentang kebijakan
pemerintah yang diangap melenceng,
tapi ini hanyalah salah satu alternative karena mahasiswa merasa merupakan bagian dari masyarakat.
Ada fenomena yang menarik ketika kita melihat berbagi aksi turun ke
jalan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan mahasiswa yang semuanya mengaku
sebagai pembela kepentingan rakyat. Maraknya demonstrasi ini tentu tidak
telepas dari tumbangnya rezim orde baru dan dalam peristiwa tersebut mahasiswa
turun ke jalan demonstrasi besar-besaran yang dibantu oleh masyarakat yang
kemudian kita kenal dengan reformasi, karena memang aksi turun ke jalan
merupakan cara yang paling ampuh pada saai itu membuat isu bersama dan
memberikan informasi kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa bangsa ini harus
melakukan perubahan sehingga masyarakat juga merasa harus ikut
berpartisipasi dalam perubahan
tersebut. Reformasi inilah yang seakan membuka kran demokrasi di Indonesia
sehingga arus perubahan yang dulu tersumbat oleh kebijakan pemerintah yang
otoriter kini mengalir dengan deras, rakyat telah bebas memberikan pendapatnya,
mahasiswa sudah bisa bersuara lantang menentang kebijakan pemeintah. Arus
perubahan dan kebebasan inilah yang semakin memperkuat harga jual rakyat
terutama mahasiswa dalam pandangan pemerintah. Sering orang mengatakan kalau
mahasiswa takut sama dosen, dosen takut kepada dekan, dekan takut kepada
rektor, rektor takut sama presiden dan presiden takut kepada mahasiswa.
Namun dalam realitanya yang terjadi tidak selamanya sesuai dengan yang
diperkirakan, arus demokrasi tersebut mengalir terlalu deras tanpa ada pembatas
atau hambatan sehingga tidak dapat diarahkan menuju agenda reformasi yang telah
dicita-citakan, bahkan sudah lari dari agenda tersebut.
Motor dari reformasi ini adalah mahasiswa, tetapi
apabila kita kaji kembali sedikit
ke belakang bahwa dalam demontsrasi yang dimotori oleh mahasiswa ternyata
mendapat bantuan dari berbagai elemen termasuk masyarakat. Jadi perjuangan
reformasi merupakan perjuangan bersama oleh mahasiswa sebagai motor dan
masyarakat. Dua komponen inilah yang sangat berperan dalam proses perubahan.
Maka, jangan mengannggap bahwa mahasiswa adalah segala-galanya yang dapat
menyelesaikan semua permasalahan yang dialami oleh bangsa tanpa bantuan dan
partisipasi dari masyarakat luas. Mahasiswa hanya dapat berbicara saja (sebagai
pemikir) dengan konsep-konsep yang ideal tetapi tidak akan sanggup untuk
merealisasikannya tanpa bantuan atau dukungan dari lapisan masyarakat, karena
memang mahasiswa disamping tugas control sosial juga harus menyelesaikan tugas
akademik di kampus masing-masing. Begitu juga dengan masyarakat, mereka tidak
akan mampu melakukan suatu perubahan tanpa diiringi oleh sebuah pemikiran
matang dan konsep yang jelas sehingga diperlukan intelektual muda yang memiliki
pemikiran segar yang mampu untuk menjadi pemikir-pemikir bagi masyarakat. Maka
perubahan akan tercapai apabila kedua komponen tersebut dapat berdampingan
secara harmonis.
Mahasiswa tidak boleh terjebak dalam euforia masa lalu tentang peranan mahasiswa sebagai penggerak perubahan. Selain itu kalu kita perhatiakan
secara jernih lagi bahwa ternyata masih banyak sekali aktivis mahasiswa yang
dulunya memperjuangkan kepentingan rakyat namun ketika statusnya berubah dari
mahasiswa menjadi seorang pejabat (birokrasi) semua idealisme tersebut hilang,
karena sudah terlena dengan jabatan yang dipegang sehingga berusaha untuk
selalu mempertahankan jabatan dengan menghalalkan segala cara.[3]
Sebagai contoh barangkali kita bisa sama-sama melihat banyak mantan-mantan aktivis
mahasiswa terjerat kasus
korupsi, namun hal itu tidak bisa dihilangkan tetapi kasus ini menjadi bahan evaluasi bagi
kita sebagai seorang aktivis mahasiswa kenapa hal itu bisa terjadi di kalangan
aktivis. Ada yang beranggapan bahwa hal itu kembali pada diri individu
masing-masing namun kenapa individu-individu tersebut bisa muncul dalam diri
seorang mahasiswa yang tergabung dalam suatu pergerakan, apakah memang tidak
ada control dari organisasi pergerakan tersebut kepada anggotanya terutama
berkaitan dengan moral. Hal ini sebenarnya terjadi karena memang tidak suatu
internalisasi dari nilai-nilai moral yang dianut oleh suatu pergerakan
mahasiswa kepada anggotanya sehingga ketika sudah berbeda statusnya nilai-nilai
moral tersebut hilang tak berbekas dan idealismenya sebagai mahasiswa hilang
terkalahkan oleh idealisme materialistis.
Fenomena yang terjadi seperti yang dipaparkan di atas bisa saja
menghinggapi gerakan mahsiswa saat ini. Minimnya pemberian muatan ideology dalam
kaderisasi sebagian gerakan mahasiswa bisa jadi menjadi titik awal untuk
munculnya mahasiswa yang memiliki ideology yang mengambang atau bahkan menjadi
pragmatis karena memang akan selalu tepengaruh lingkungan dimana dia
berkecimpung. Ideology adalah landasan kita untuk bergerak sehingga sangat
penting bagi setiap gerakan mahasiswa untuk menanamkan nilai-nilai ideology
kepada setiap anggotanya sejak dini.
Gerakan mahasiswa saat ini perlu melakukan
evaluasi terhadap gerakan yang telah dilakukan. Apakah memang sudah memberikan
sumbangsih kebaikan atau sebaliknya menambah kesengsaraan yang saat ini telah
menimpa rakyat Indonesia. Oleh karena itu mari kita sama-sama mengajak semua
elemen gerakan mahasiswa untuk kembali pada gerakan murni yang ideal sehingga
bisa mengembalikan citra nama baik mahasiswa yang katanya kaum intelektual muda
yang memang peduli dan bisa memberikan sumbangsih pikiran dan tenaga untuk
kepentingan rakyat Indonesia. Terutama dalam konteks kepeduliannya dalam
merespon masalah-masalah sosial politik yang berkembang di tengah masyarakat.
Berbagai persoalan
yang terjadi di tengah masyarakat dengan adanya praktek-praktek ketidakadilan,
ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang
dimiliki tengah terancam. Maka kehadiran gerakan mahasiswa sebagai perpanjangan
aspirasi rakyat sangat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik
rakyat dan advokasi terhadap konflik-konflik yang terjadi yang dilakukan oleh
penguasa. Secara umum advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya
penguatan posisi tawar rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang
terejadi menjadi lebih signifikan. Dalam memainkan peran yang demikian itu,
motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak mengarah pada panggilan nurani atas
kepeduliannya yang mendalam terhadap kondisi masyarakatnya serta dapat berbuat
lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup anak bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam bentuk
perlawanan yang dialakukan oleh gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam rangka
melakukan koreksi atau control atas perilaku-perilaku politik penguasa yang
dirasakan telah mengalami penyimpangan dan telah melanggar komitmen awalnya
dalam melakukan serangkaian perubahan dalam tataran masyarakat.[4]
Oleh karena itu, perannnya menjadi begitu penting dan berharga ketika itu dilakukan di tengah-tengah masyarakat
yang sedang dilanda oleh persoalan-persoalan sosial politik. Saking begitu
berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa di dunia telah membuktikan bahwa
perubahan sosial yang terjadi hampir sebagian besar dipicu dan dimotori oleh
adanya gerakan perlawanan gerakan mahasiswa walaupun mendapatkan tekanan dari
pemerintahan yang sedang berkuasa.
Masa studi selama di kampus merupakan sarana
penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap dan persepsi mereka dalam
meumuskan kembali masalah-masalah yang tejadi di sekitarnya. Berhentinya suatu ideologi dalam memecahkan masalah
terjadi meransang mahasiswa untuk mencari alternatif ideologi lain yang secara empiris dianggap berhasil.
Ketika mereka menemukan
kebijakan publik yang
dilansir penguasa tidak sepenuhnya sesuai dengan keinginan rakyat kebanyakan,
bagi mahasiswa yang kritis dengan mata hatinya, merekan akan merasa terpanggil
sehingga terangsang untuk bergerak.
Di samping gerakan mahasiswa melakukan
perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap melenceng dan merugikan
rakyat banyak baik itu dengan jalur politik atau dengan cara lain, maka perlu
kiranya gerakan mahasiswa untuk merubah pemikiran gerakan antara lain: pemikiran dari membaca ke menganalisa. Gerakan
mahasiswa dalam melakukan gerakannya perlu sebuah konsep yang jelas sehingga
apa yang dilakukan tidak mengambang dan tepat sasaran, maka dituntut untuk
membaca dan memperdalam wawasan tentu tidak cukup dengan membaca dan mencari informasi
tetapi semua itu harus dibarengi dengan tradisi menganalisa informasi atau
persoalan dengan berfikir logis dan mendalam. Pemikiran dari teks ke kontekstual, terkadang pemahaman
mahasiswa atas teks-teks yang dipelajari di kampus bersifat tekstual. Oleh
karena itu, perlu adanya penyeimbangan antara pemikiran dalam memahami
realitas. Kalangan mahasiswa tidak semestinya hanya memahami teks saja tetapi
harus mampu melihat perubahan yang terjadi di dalam masyarakat yang cepat dari
teks-teks yang dipelajari di kampus. Pemikiran mahasiswa di kampus harus bertumpu pada
penyelarasan ideologis dengan ketajaman analisa terhadap persoalan-persoalan
yang terjadi. Kalangan mahasiswa harus mampu membaca, mengkaji, dan berdiskusi
secara logis, kritis, sistematis dan komprehensif serta mampu membedah
persoalan dari berbagai aspek dan sudut pandang ilmu.[5]
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Demokrasi berasal dari kara demos dan kratos/katein yang
berarti sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam sejarah panjang pemerintahan Indonesia selalu mengalami pasang surut
dalam tatanan demokrasi mulai dari pemerintahan orde lama, orde baru, dan kini
orde reformasi. Dalam perubahan tatanan demokrasi di Indonesia selalu
diwarnai dengan derap perjuangan pelajar dan mahasiswa. Pemuda, pelajar,
dan mahasiswa secaranaluri selalu menjadi agen pengontron (agent of control)
dan agen perubahan(agent of change) demokrasi yang mewarnai percaturan politik
di Indonesia.
Gerakan mahasiswa saat ini sudah saatnya untuk
melakukan evaluasi terhadap gerakan yang telah dibangun. Kalau selama ini kita
melakukan gerakan yang mungkin menurut kita sudah memberikan sebuah pembelaan
terhadap masyarakat tetapi dalam realitanya masyarakat justru menganggap
merugiakan mereka, perlu kita kaji ulang untuk mencari alternatif lain yang
lebih aman dan pas kiranya agar tidak menganggu aktivis masyarakat. Sebagai
contoh misalnya ketika mahasiswa mengadakan aksi turun ke jalan membawa isu
ingin membela kepentingan rakyat, yang seharusnya mahasiswa mendapat support
dari masyarakat, tapi yang terjadi juustru sebaliknya mereka menganggap
mahasiswa telah menghambat activitas mereka untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Selama ini gerakan mahasiswa banyak terfokus pada
persolan-persolan Nasional dan Internasional sehingga persolan lokal terabaikan
padahal sebenarnya itu tidak kalah urgennya untuk diangkat sebagai isu bersama
dan itu adalah persoalan yang langsung menyentuh rakyat, maka kedepannya
gerakan mahasiswa jangan hanya terfokus pada persolan-persoalan Nasional dan
Internasioanal tetapi juga harus membahas persoalan yang ada di daerah-daerah
yang langsung menyentuh masyarakat. Kalau selama ini gerakan mahasiswa hanya
bisa melakukan tindakan protes terhadap kebijakan pemerintah, melakukan
pelawanan terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Kedepan sudah seharusnya
gerakan mahasiswa bisa bekerja sama dengan pemerintah mencari solusi terbaik
untuk mengatasi persolan-persoalan yang dialami oleh bangsa ini. Barangkali
gerakan mahasiswa harus memikirkan konsep yang jelas untuk membantu pemerintah
mencari solusi terhadap persolan yang ada. Keterbukaan pemerintah sangat
diharapkan disini sehingga komunikasi bisa berjalan lancar dan tidak ada saling
mencurigai antara gerakan mahasiswa dan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Apudin. 2005. Mahasiswa dan Masyarakat. Buletin Socius Edisi 1, Januari
2005.
Gie, Soe Hok. 2005. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta : Pustaka LP3ES
Indonesia.
Asri Sinawang, Helena. 2008.
Pendidikan Sejarah Untuk Menanamkan dan Membentuk Nasionalisme. Republika 7 Mei
2008.
Ali, As’ad Said. 2009. Negara Pancasila. Jakarta : Pustaka LP3ES
Indonesia.
Adams, Cindy. 2011. Bung Karno “Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”.
Jakarta : Yayasan Bung Karno.
[1]
Apudin. 2005. Mahasiswa dan Masyarakat. Buletin Socius Edisi 1, Januari 2005.
[2]
Adams, Cindy. 2011. Bung Karno “Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”. Jakarta :
Yayasan Bung Karno.
[3]
Gie, Soe Hok. 2005. Catatan
Seorang Demonstran. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.
[4]
Ali, As’ad Said. 2009. Negara Pancasila. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.
[5] Asri
Sinawang, Helena. 2008. Pendidikan Sejarah Untuk Menanamkan dan
Membentuk Nasionalisme. Republika 7 Mei 2008.